Awalnya, banyak petani menanam singkong jenis singkong
malaysia pada lahan kebun sawit mereka yang sudah menua atau pun yang sebagian
tegakan pohon sawitnya sudah tumbang akibat digerogoti jamur ganoderma boninense penyebab penyakit
busuk pangkal batang (basal stem rod). Singkong malaysia memang dikenal sebagai
varian singkong yang cukup toleran terhadap teduhan. Tetapi ketika harga
singkong segar dan harga tapioka terjun bebas akibat derasnya arus barang impor
sejenis, maka beberapa petani mengakalinya dengan menganti tanaman sela dari
singkong malaysia menjadi tanaman lada.
Sebagian
besar kita mungkin akan bertanya : bisakah kebun sawit yang sudah berproduksi
ditanami dengan tanaman lada? Bisakah pohon sawit dijadikan tajar hidup bagi
tanaman lada?
Jawabannya,
bisa. Tetapi tentu saja ada beberapa syarat yang harus dipenuhi terlebih
dahulu.
Ada pun
syarat-syarat itu adalah sebagai berikut :
1.Jarak
tanam sawit adalah 9x9 meter. Minimal 8x9 meter.
2.Jenis
tanah kebun adalah tanah darat kering/tanah mineral, bukan gambut apalagi rawa.
Tanaman lada tidak toleran pada cekaman air dan ph tanah yang terlalu
asam.
3.Tinggi
batang bersih sawit sebaiknya sudah ada 6 meter. Biasanya hal ini tercapai pada
usia tanam 15 tahun.
4.Sebagian
tegakan pohon sawit sudah tumbang akibat serangan busuk pangkal batang atau
sebab lainnya.
Bertanam
lada di kebun sawit sekarang bukanlah lagi sekedar wacana, tetapi telah
dibuktikan keberhasilannya oleh petani di Bangka dan petani di Batanghari,
Jambi. Beritanya dapat dibaca di
Sebuah NGO, Setara Jambi, juga sudah merilis foto-foto keberhasilan
para petani tumpangsari sawit-lada di kabupaten Batanghari, Jambi.
Di Bangka,
satu tegakan pohon sawit ditumpangsarikan dengan dua bibit lada. Di Batanghari,
petani setempat menanam empat bibit lada pada setiap satu batang tegakan kelapa
sawit mereka. Menurut tutur para petani pembaharu ini, tanaman lada
tumpangsari pada kebun sawit akan
menghasilkan buah lada yang lebih sedikit dari pada yang ditanam di lapangan
terbuka, tetapi didapati bahwa serangan jamur penyebab busuk pangkal batang dan
penyakit kuning pada lada tanaman mereka sangat jauh berkurang. Patut dicatat
bahwa, jamur penyebab penyakit busuk pangkal batang pada tanaman lada bukanlah ganoderma boninense, tetapi adalah fusarium oxisporum dan fusarium
solani.
Petani di
Batanghari, Jambi, dapat menghasilkan satu kilogram biji lada putih kering dari
satu rumpun tanaman lada mereka. Saat itu umur tanaman lada mereka adalah empat
tahun. Sedangkan di Kabupaten Kampar, Riau, petani lada tumpangsari dengan
sawit dapat meraih produksi dua kilogram biji lada putih kering dari setiap
rumpun tanaman lada mereka, hanya saja umur tanaman lada itu sudah mencapai
tujuh tahun.
Adapun cara
menanam lada di kebun kelapa sawit itu adalah sebagai berikut.
Mula-mula
petani membuat atau membeli bibit lada panjat atau lada sulur. Bibit lada umur
4 bulan itu lalu dipelihara lagi di dalam polibag ukuran 20x25 cm, diberi tiang
tajar sementara sampai tingginya satu
meter. Biasanya hal ini tercapai dalam masa 4 bulan. Artinya, bibit yang
ditanam ke lapangan adalah bibit lada yang berumur 8 bulan. Petani lalu membuat
lubang tanam ukuran 30x30x30 cm sebanyak 2, 3 sampai 4 buah di sekeliling
tegakan kelapa sawit. Jarak antar batang sawit dengan titik tanam lada adalah
70 cm. Parit kecil dibuat antara lubang tanam dengan pangkal batang sawit. Ke
dalam lubang tanam dimasukkan media tanam berupa 2 kg sekam padi, 4 kg pukan
fermentasi, 1 kg dolomit dan 100 gram pupuk NPK Phonska. Metan lalu diaduk dengan
tanah galian secukupnya saja, dimasukkan ke dalam lubang tanam lalu dibiarkan
seminggu sampai sepuluh hari. Bibit lada lalu ditanam dengan posisi miring ke
arah batang sawit. Sulur lada dimasukkan ke dalam parit kecil lalu juga
ditimbun. Ini untuk mencegah sulur lada rusak saat panen TBS atau saat
penunasan pelepah sawit. Sisa sulur lada yang sepanjang 30 cm akan berada tepat
bersisian dengan pangkal batang sawit. Sulur ini akan memanjat batang sawit dan
dijadikan inangnya. Perinangan ini dalam dunia biologi dikenal dengan istilah simbiosis komensalisme, dimana salah
satu tanaman diuntungkan tetapi tanaman yang lain tidak dirugikan.
Jika bibit
lada dulunya dibesarkan di tempat teduh, maka sulur lada yang terlihat harus
diberi peneduh, biasanya berupa pelepah daun sawit yang ditancapkan ke tanah.
Tetapi jika bibit lada dulunya dibesarkan di tempat yang terbuka, maka peneduh
tidak dibutuhkan. Selanjutnya perawatan tanaman lada tumpangsari ini sama saja
seperti perawatan tanaman lada lainnya.
Pada titik
dimana tegakan kelapa sawit sudah tumbang, maka petani menggantikannya dengan
tajar hidup berupa tongkat setinggi 150 cm . Jenis kayu biasanya adalah
lamtoro, dadap, gamal atau sengon. Tongkat kayu segar yang ditancapkan tadi
akan tumbuh lebih cepat dari pada tanaman lada, karena lada memang termasuk
tanaman yang pertumbuhannya sedikit lambat. Tongkat kayu lalu dipangkas saat
mencapai ketinggian 3 sampai 4 meter. Pemangkasan
selanjutnya adalah setiap 6 bulan, dengan mempertahankan ketinggian tajar
hidup.
Pertanyaan
lain yang sering diajukan para peminat
pertanaman lada tumpangsari dengan sawit ini adalah : apakah tanaman lada tidak rusak ketika panen
TBS? Jawabnya adalah : mungkin saja akan rusak, tetapi kerusakan tidak akan
terlalu berarti. TBS yang dipanen, ketika jatuh, jarang sekali ia jatuh dengan
menggelinding di sepanjang batang kelapa sawit. Biasanya TBS akan terjun bebas
berjarak 50 cm sd. 100 cm dari batangnya. Jarak ini sudah cukup aman buat
menghindarkan kerusakan pada tanaman lada.
Pertanyaan
selanjutnya : apakah tanaman lada ini bisa berbuah sementara di bawah pohon
sawit itu suasananya cukup teduh? Jawabannya adalah bisa berbuah, tetapi
tidaklah sebanyak bila lada ditanam secara monokultur. Itulah sebabnya petani
di Batanghari tadi mengakalinya dengan menanam 4 batang bibit lada untuk setiap
batang sawit inangnya. Pemupukan unsur N dikurangi sementara unsur P
diperbanyak. Phosphat memang dikenal sebagai pupuk pembuahan. Tanaman yang
cukup mendapat phosphat juga diketahui akan lebih tahan terhadap serangan jamur
patogen.
Apapun
argumen teoritis yang membantah, tetapi faktanya sudah ada petani yang berhasil
membudidayakan lada pada kebun kelapa sawit. Mereka menikmati tambahan
penghasilan sebesar 123 kg biji lada putih kering x rp.130.000 = Rp.16.000.000
(dibulatkan) pertahun perhektarnya. Itu sama dengan jumlah uang sebanyak 60%
dari penghasilan panen TBS.
Jika banyak
petani sawit yang mau menanam lada sebagai tumpangsari pada kebun sawitnya,
maka tak pelak lagi, revolusi pertanian di Indonesia akan terjadi secara
besar-besaran. Penghasilan petani akan kian terdongkrak, daya belinya
meningkat, lalu kesejahteraan hidup para petani tak lagi sulit untuk diraih.
Salam
sejahtera petani Indonesia!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar